Sejarah Lahirnya Ilmu Seni Beladiri di Cina dan Asia
Pada awal abad ke 6 M , salah satu raja India yang
bernama Sugandha dari kerajaan Baramon memiliki seorang putra
yang bernama Jayavarman.Pangeran ini sebagaimana layaknya golongan
Ksatrya pada jaman itu tentu saja diharuskan memiliki ketrampilan militer
yang sesempurna mungkin, dan ia ternyata dengan cepat dapat menguasai semua
pengetahuan yang diajarkan padanya oleh seorang guru tua yang bernama
Prajanatra /
Prajnatra. Namun belakangan dengan sebab yang tak
diketahui dengan pasti (dari
sudut pandang religiusitas Budhis disebutkan faktor
reinkarnasi leluhurnya mungkin berperan, sebab ia sendiri merupakan keturunan ke28 Sidharta Gautama)
mendadak Jayavarman
![]() |
BodhiDharma dengan anak dari Cina dalam sebuah contoh ilustrasi Film |
![]() |
BodhiDharma sedang berlatih ilmu beladiri dalam ilustrasi sebuah Film |
![]() |
Jurus-jurus BodhiDharma dalam ilustrasi sebuah film |
![]() |
BodhiDharma sedang melatih ilmu Seni Beladiri kepada murid-muridnya dalam ilustrasi sebuah film |
![]() |
Pertarungan BodhiDharma dalam sebuah ilustrasi Film |
![]() |
meninggalkan kehidupan duniawinya dengan cara menekuni
dengan total ajaran agama Budha sebagai seorang pendeta / biksu aliran
Mahayana . Ia pun mengganti namanya menjadi Bodhi Dharma ( di Cina
disebut Ta Mo , di Jepang disebut Daruma Taishi / Bodidaruma ) dan kemudian
melakukan perjalanan ke Cina untuk menyebarkan ajaran agama Budha pada tahun 527.Di
sana ia menetap di sebuah kuil yang bernama Shaolin, kuil ini sendiri
didirikan pada tahun 495 dan berlokasi di kaki gunung Songshan, yang saat ini masuk
wilayah provinsi Henan.Ia menerjemahkan teks ajaran Budha
berbahasa Sanskerta ke dalam bahasa Cina dan mendirikan sektenya sendiri yang
disebut Chan (Zen dalam bahasa Jepang). Selama menjadi guru di kuil itu ia melihat bahwa kondisi
fisik para muridnya sangat buruk sekali sehingga gampang jatuh sakit atau
sering menjadi korban tindak kekerasan di dunia luar.Maka berbekal
pengalamannya sebagai seorang mantan Ksatrya di India ia pun mulai melatih para biksu
di kuil Shaolin dengan metode – metode dasar Vajramusthi (karena para biksu
sesuai ajaran Budha tidak boleh menggunakan senjata yang bisa mengarah pada unsur
kekerasan yang merupakan dosa besar) yang dipadukannya dengan teknik Yoga (sistem meditasi ala
Hindu) untuk melatih lebih jauh konsentrasi kejiwaan mereka dalam latihan
pernapasan.Ia juga
mengadopsi beberapa teknik pertarungan lokal Cina yang
didasari oleh kitab Shunzi Bingfa (metode peperangan) karya Sun-tzu,
seorang ahli militer terkenal Cina dari abad ke 4 SM.Teknik – teknik pertarungan lokal
Cina banyak dinisbatkan pada gerakan beberapa binatang dalam arca
Cina kuno seperti harimau, ular, naga, elang, bangau, monyet, dan lain –
lainnya.Semua inilah yang akhirnya menjadi dasar dari ch’uan-fa (nama kuno
untuk kungfu/wushu) asli Shaolin yang dimasa selanjutnya terbagi menjadi dua
aliran besar yaitu
Utara(yang lebih dominan dengan gerakan lompatan &
kelincahan) dan Selatan (yang lebih
dominan dengan konsentrasi, pernapasan dan kekuatan tubuh
bagian atas) yang mana keduanya dianggap sebagai barometer semua ilmu beladiri
di wilayah Asia Timur. Sekte Chan / Zen mulai dikenal di Jepang ± pada abad 14 dibawa dari Cina lewat semenanjung Korea maupun pulau
Okinawa . Di Korea jejak transformasi ch’uan-fa Shaolin yang merupakan
produk Zen bisa ditemui sampai saat ini dalam bentuk Tae Kwon Do, sedangkan di
Okinawa sendiri ch’uan-fa Shaolin bertransformasi menjadi Te / Tōte / Tōde
(transliterasi kata Chin-te dari bahasa Cina yang berarti pukulan / tangan Cina ke
dalam dialek khas Okinawa) setelah dikombinasikan dengan teknik perkelahian kuno lokal yang
dipengaruhi teknik pertarungan kuno kalangan Samurai Jepang yang disebut Bu-gei
,yang untuk jenis teknik tanpa senjatanya disebut Yawara / Bu-jutsu.
Tōte kadang–kadang juga disebut sebagai Okinawa-Te atau Ryukyu Kempo/Kenpo (mungkin
disebabkan oleh proses transliterasi kata kung-fu / wushu / kang-ouw
dari bahasa Cina ke dalam dialek khas Okinawa).
Bersambung...............................................
Sumber: Artikel diambil dari buku-buku PBFORKI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar