Sejarah Lahirnya Seni ilmu Beladiri Karatedo dan aliran
Karate Shotokan
Di perempat terakhir abad 19 muncullah nama – nama yang kelak di kemudian hari dianggap sebagai para perintis
yang merenovasi Tōte untuk dapat menjadi apa yang kita kenal sebagai
Karate.Mereka itu diantaranya adalah Ankichi Arakaki, Chojun Miyagi, Kenwa Mabuni,
Kanbun Uechi, Shoshin Nagamine, GICHIN FUNAKOSHI foto bawah), dll.
Gichin Funakoshi |
Sehubungan dengan artikel blog ini adalah pada aliran Shotokan , maka untuk kelanjutan perkembangan sejarah Karate dari awal abad 20 akan saya mulai dengan pemaparan khusus mengenai profil dan sepak terjang Gichin Funakoshi sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas munculnya aliran yang dianggap paling banyak memiliki pengikut diseluruh dunia pada saat ini.
Gichin Funakoshi lahir dari kalangan shizoku (keluarga
bangsawan) di kota Shuri, Okinawa pada tahun 1868. Masa pendidikannya di
usia anak - anak hingga remaja adalah bersamaan dengan dimulainya era
modern Jepang, periode Restorasi Meiji.Sehingga hal ini sangat mungkin
memberi warna tersendiri bagi perkembangan wawasan pemikiran &
kejiwaannya dalam menyebarluaskan Karate kelak
dikemudian hari. Dimasa pertumbuhannya ia berada dalam sebuah masa transisi
penting , saat dimana nilai – nilai tradisional yang bersifat konservatif-spritual
mulai digeser oleh nilai – nilai modern yang bersifat dinamis-liberal. Namun
hebatnya, ia mampu untuk memadukan keduanya dalam bentuk sebuah disiplin
seni beladiri yang notabene bercitarasa kuno tapi setelah diolah secara unik
dapat disajikannya untuk menjadi sebuah hasil peradaban yang sesuai selera
modernitas manusia. Sejak kecil badannya tergolong lemah
dan sering sakit – sakitan, hingga oleh ayahnya ia dibawa kepada Tokashiki,
seorang tabib terkenal di Okinawa pada saat itu.Tabib inilah yang kemudian
disamping mengobati penyakitnya secara teratur juga menyarankan pada ayahnya
agar Gichin berlatih Tōte untuk dapat memperkuat & menjaga kondisi
fisiknya.Pada usia 11 tahun oleh ayahnya ia diantar pada Yasutsune “Anko” Itosu
.Guru pertamanya ini terkenal sebagai
guru besar teknik Tōte dari jenis
Shuri-Te (yang beraliran Shorin) yang juga sebagai maestro terkenal penggubah Kata dari
kedua aliran besar, Shorin & Shorei. Beberapa tahun kemudian Itosu
mengantar Gichin pada Yasutsune Azato, teman seperguruannya yang juga
ahli Tōte jenis Shuri-Te, untuk lebih meningkatkan penguasaannya akan
seluruh jenis Tōte yang ada di Okinawa. Diakhir masa panjang studinya
tersebut Gichin juga sempat menimba ilmu secara langsung pada Sokon
“Bushi” Matsumura & Kokan Oyadomari. Disamping mempelajari seni beladiri ,
Gichin juga dikenal gemar mempelajari filsafat dan sastra.Untuk lebih
memperdalam pencarian jiwanya akan sebuah inspirasi yang menuntunnya pada
pencapaian puncak akan kemurnian nilai filosofis dari Budō , ia sering sekali
bermeditasi atau menjelajahi sebuah hutan
cemara ( dalam bahasa Jepang
disebut TO ) yang cukup sejuk karena selalu dialiri oleh hembusan angin yang sepoi
– sepoi ( dalam bahasa Jepang disebut SHO ) dikaki sebuah bukit yang terkenal
dengan sebutan bukit Tora no Maki (harimau yang tak pernah tidur) di pinggiran kota Shuri,
Okinawa. Dibidang sastra ia diketahui banyak sekali menulis
kaligrafi dan menghasilkan beberapa buah buku penting tentang beladiri (khususnya
Karate-dō), yaitu :
1. Ryukyu Kempo : Tōde (1922)
2. Rentan Goshin Karate Jutsu (1925)
3. Karate-dō Kyohan (1936)
4. Karate-dō Nyūmon (1939)
5. Karate-dō , my way of life (1949)
Semua hasil karyanya dibidang sastra ini selalu
dibubuhinya dengan tandatangan / stempel yang berbunyi SHOTO. Ditahun 1903 Gichin bersama Itosu untuk pertama kalinya
secara resmi memperkenalkan Tōte pada Shintaro Ogawa, seorang pejabat
pemerintahan Jepang yang menjabat sebagai kepala sekolah kerajaan
tingkat menengah pertama di Naha, Okinawa. Terkesan akan seni beladiri ini
maka sang kepala sekolah meminta agar Tōte dimasukkan dalam kurikulum
wajib mata pelajaran pendidikan jasmani di sekolahnya.Untuk itu Itosu
menggubah lima buah Kata jenis Heian yang diambil dari Kanku-Dai agar dapat
dipakai sebagai dasar awal untuk mempelajari Tōte, dan selanjutnya Gichin yang
bertindak sebagai
instrukturnya selama belasan tahun. Ditahun 1917 atas permintaan Departemen Pendidikan Jepang
maka Direktorat Pendidikan Jasmani pun mempromosikan Gichin untuk
mendemonstrasikan Tōte dalam upacara pembukaan Kejuaraan Atletik Nasional
di Tokyo. Peragaan Tōte yang dilakukannya mengundang aplaus serta minat
banyak pihak dari kalangan akademis yang menyaksikannya saat itu. Ia pun
banyak sekali mendapat tawaran dan undangan untuk memperkenalkan lebih
jauh tentang seni beladiri Okinawa itu di Jepang. Ditahun 1922 Gichin hijrah sendirian ke Tokyo
dalam rangka menyebarluaskan Tōte sesuai amanat terakhir Itosu yang meninggal pada
1915. Kehidupannya tergolong cukup berat saat itu, pagi ia bekerja sebagai
petugas kebersihan dan tukang kebun dan malam harinya ia memberikan latihan
khusus pada para mahasiswa di asrama Universitas Suidobata, tempat ia
menumpang tinggal untuk sementara. Salah satu murid awalnya pada saat itu
yang paling menonjol adalah Hironori Otsuka, yang sebelumnya pernah mendalami
Ju-jutsu & Kendo (seni pertarungan pedang dengan penggunaan pedang kayu
dalam latihannya).Selang beberapa waktu kemudian “tangan dingin” nya dalam hal
pelatihan seni beladiri baru ini dengan cepat tersiar kemana – mana dan mampu
untuk membantu kehidupan ekonominya. Hal ini ditunjang pula oleh
penerbitan buku pertamanya yang mengupas masalah Tōte secara mendetail, buku itu
berjudul “Ryukyu Kempo : Tōde”. Bahkan belakangan ia mampu menyewa tempat
khusus untuk berlatih bagi para murid – muridnya dan mendatangkan dua
orang putranya.
Gigo dan Gichin Funakoshi (bapak & anak) |
kedua putranya itu hanya Gigo yang mengikuti jejak Gichin
sebagai instruktur,
Sedang dari Yoshihide Funakoshi (putra pertama) & Yoshitaka
“Gigo” Funakoshi (putra ketiga) , serta murid utamanya di Okinawa yaitu Takeshi Shimoda
untuk membantu ia mengelola usahanya tersebut.Shimoda dianggap sebagai
murid utama Gichin karena ia disamping murid paling senior dan berbakat
besar juga menjadi pendamping ataupun
guru pengganti Gichin dalam sebuah latihan.dan bagi sementara kalangan di Shotokan Gigo dianggap
sebagai seorang jenius karena beberapa inovasi yang dihasilkannya.Ia
tercatat sebagai penciptaKizami Zuki, Ura Mawashi Geri, Gyaku Mikazuki Geri, Gyaku
Mawashi Geri, Kata
Sochin versi Shotokan dan peletak dasar dari sistem Jiyu
Kumite masa kini (hal ini sebenarnya pertama kali merupakan ide yang diusulkan dari
tiga orang murid Gichin yang kebetulan
mempelajari Kendo) .
Ditahun 1925 Gichin mendapat undangan khusus untuk dapat
mewakili demonstrasi teknik seni beladiri yang berasal dari
Okinawa pada acara rutin tahunan yang digelar oleh Nippon Budōkukai (Asosiasi
Beladiri Jepang) di gedung pusat Butoku Den di Kyoto, yang istimewanya
dihadiri oleh putra
mahkota Jepang saat itu yaitu Pangeran Hirohito. Namanya pun semakin termasyhur kemana – mana dan salah
satu pengagumnya adalah Jigoro Kano, pendiri Judō, yang
kemudian mengundangnya untuk mengunjungi Kodokan, Dōjo miliknya
yang merupakan pusat latihan seni beladiri terbesar & paling
terkenal di Jepang pada jaman itu.Dari Jigoro Kano inilah Gichin mengadopsi beberapa
teknik sapuan kaki, bantingan, metode latihan pertarungan dasar, model
pakaian & sistem tingkatan ke dalam “kurikulum dan identitas” wajib latihannya, yang
tetap dipakai sampai saat ini. Dan yang paling terpenting tentu saja model
kurikulum latihan modern & pedoman moral berdasarkan konsep Dō yang didasari
pada ajaran Zen asli yang diterapkan oleh Jigoro Kano pada Judō
Kodokan.
Jigoro Kano |
Didasari oleh konsep Dō ini juga maka Gichin melarang diadakannya jenis
pertandingan nomor Kumite, jadi yang ada hanyalah kompetisi nomor Kata di intern
Dōjo yang bersangkutan saja.Pada tahun ini juga ia menerbitkan buku berjudul
“Rentan Karate Jutsu”,
yang isinya menjelaskan secara jelas perbedaan Karate
dengan Ju-jutsu.
Pada tahun 1932 Gichin membuka dojo resmi pertamanya di
Meishojuku, Tokyo.Namun keberhasilan yang baru dimulai ini mulai
mendapat cobaan, diawali dengan kematian mendadak Takeshi Shimoda pada
tahun 1934 , orang yang sangat diharapkannya menjadi penerus.Belum selesai
rasa kehilangan mendalam yang dirasakannya , Gichin dikejutkan oleh
pengunduran diri Hironori Otsuka yang rupanya “ribut” dengan Gigo karena sama -
sama mengklaim diri sebagai pengganti resmi dari Shimoda. Pada tahun 1935 Hironori Otsuka mendirikan perguruannya
sendiri yang ia berinama Wado-Ryu (Aliran Jalan Keharmonian) , sebagai simbol
dari tindakan yang dipilihnya dalam perseteruan dengan Gigo. Hironori Otsuka |
Pada tahun yang sama Gogen Yamaguchi, seorang murid utama
dari Chojun Miyagi mendirikan Goju-Kai di kota Kyoto yang
diafiliasikan pada nama perguruan yang didirikan gurunya di Naha yaitu Goju-Ryu (
Go = keras , Ju =lembut, sedangkan Kai =
lembaga/organisasi ).Sebelumnya pada tahun 1930 Kenwa Mabuni mendirikan
perguruan Shito-Ryu,dimana nama ini merupakan penggabungan dua kata dalam
aksara Kanji Cina yaitu “Ito” dan “Higa” kedalam lafal Jepang yang
dimaksudkan sebagaipenghormatan terhadap dua orang gurunya, Anko Itosu dan
Kanryo Higaonna. Ditahun 1935 Masaru Sawayama, salah seorang murid utama
Kenwa Mabuni,memisahkan diri dan lantas mendirikan Kempo Karate (
aliran Karate yangdikombinasikan dengan Judō & tinju ).Aliran ini oleh
para pengamat Budō masih dihitungsebagai sebuah aliran dalam Karate-dō.Perlu diingat harus dibedakan secara jelas keberadaan
Kempo Karate yang takmemiliki kaitan apapun dengan Shorinji Kempo yang
Gogen Yamaguchi |
telah
lebih dulu ada pada tahun 1930.Meskipun secara sepintas nampak hampir sama
dengan Tōte tradisional namun Shorinji Kempo (yang bila diamati
seksama sebenarnya banyak mengadopsi teknik bantingan Judō dan kuncian Aikidō)
mengklaim tekniknya sebagai lebih“asli” dengan versi murni yang dipakai di Shaolin dan
tetap mempertahankan nilai standar tradisionalnya dalam sebuah pertandingan
resmi sampai saat ini.Tokoh – tokoh utama Shorinji Kempo adalah Taizen
Takemori, MasaharaHisataka & Sho Doshin (Nakano Michiomi).Kembali ke Gichin, menyikapi hal yang terjadi pada
perguruannya ia lebih memilih untuk tidak menjadi “hakim” terhadap siapapun dan
lalu setelah keluarnya Otsuka ia berkonsentrasi pada penulisan bukunya
yang berjudul Karate-dō Kyohan yang diterbitkan pada tahun 1935 . Ada
dua hal penting yangdihasilkan oleh bukunya ini, yaitu :
-Yang pertama adalah pemopuleran nama KARATE-DŌ secara besar – besaran untuk mengganti istilah aslinya, TŌTE.
Sebenarnya pada tahun 1904 sudah ada penulis buku lain yang bernama Chomo
Hanagi yang lebih dulu menggunakan frasa ini dalam bukunya yang berjudul Karate
Soshu Hen dan pada periode 1900 ~ 1930-an Tōte juga sering disebut
masyarakat Jepang sebagai Karate-jutsu. Namun karena faktor Gichin sebagai
seorang guru besar dalam sebuah disiplin seni beladiri maka orang secara
umum menganggap
dialah yang berjasa menggubah frasa ini.Sejak tahun
1920-an Gichin sudah sering kali menyebut Karate-dō untuk mengganti istilah
Tōte, terutama sejak perkenalannya dengan konsep Dō lewat Jigoro Kano.Hal lain
yang lebih mendorongnya untuk mempopulerkan
Jepang saat itu sangat bersifat ultra-nasionalisme dan chauvinisme
( perasaan
Seperti diketahui bahwa pola pandangan masyarakat frasa ini saat itu sangat mungkin adalah faktor “tekanan”
politik. kebanggaan yang berlebihan terhadap kehebatan bangsa
& negara ).Ditambah lagi dengan pecahnya perang antara Jepang dengan Cina yang berdampak
munculnya sentimen akan semua
yang “berbau & berasal dari Cina”.
Untuk itulah agaknya ia dengan sepenuh hati secara tegas menggunakan frasa ini
(yang mana Tōte berasal dari bahasa Cina) disamping mungkin didasari pemikiran
lainnya yang lebih bersifat kecocokan karena frasa KARA yang berarti kosong sesuai
dengan tampilan Karate-dō yang tak menggunakan senjata.
-Yang kedua adalah “peresmian” identitas
perguruannya.Seperti diketahui sejak awal Gichin tidak pernah menyebutkan
perguruannya dalam sebuah nama resmi ataupun berafiliasi pada sebuah aliran
yang lebih dulu ada.Para muridnyalah yang sebenarnya berjasa dalam hal
ini. Mereka memberikan nama SHOTOKAN pada perguruannya itu didasari
penggunaan nama SHOTO pada inisial tandatangan yang sering dipakai
Gichin dalam karya – karya sastranya. Kata KAN sendiri berarti sekolah dalam
bahasa Jepang.Untuk
lambang perguruan dipakai sebuah gambar harimau dalam
bentuk seni grafis
yang berasal dari lukisan Cina kunoyang terdapat pada
buku karyanya tersebut. Lambang ini sendiri merupakan karya Hoan Kosugi, sahabat
Gichin yang juga seorang pelukis terkenal saat itu.
Toranomaki |
Oleh Gichin lambang
ini dinamakan Tora no Maki (Harimau yang tak pernah terdidur)
sebagai kenangan pada masa pencarian kesempurnaan jiwanya di Okinawa dulu. Ditahun 1937 Gichin memindahkan Dōjonya ke tempat yang
lebih besar di daerah Mejiro.Dōjo ini dijadikan sebagai Dōjo pusat dari
seluruh cabang Shotokan yang telah cukup lama dibuka dibanyak kota –
kota besar oleh para murid – murid seniornya. Gigo berperan sangat besar dalam
latihan di tempat baru ini, bahkan metode yang dipakainya tergolong jauh
lebih keras
dibandingkan metode latihan yang dipakai ayahnya. Banyak diantara para murid yang mengakui bahwa kelelahan
yang mereka rasakan sangat berat dikarenakan energi yang terkuras
sangat banyak bila dibandingkan dengan latihan di tempat lain. Beberapa nama besar yang mulai muncul pada saat itu
adalah Isao Obata, Shigeru Egami, Masutatsu Oyama, Masatoshi Nakayama,
Hidetaka Nishiyama, Hirokazu Kanazawa, Motokuni Sugiura, Mitsusuke Harada,
Tetsuhiko Asai, dll. Periode ini (sampai tahun 1940) tercatat sebagai jaman
keemasan yang pertama bagi Shotokan. Di akhir perang (tahun 1945) ada dua kejadian besar yang
sangat menggoyahkan jiwa Gichin, pertama hancurnya Dōjo Shotokan karena
serangan udara pasukan Sekutu dan yang kedua adalah kematian Gigo setelah
menderita sakit bawaan
dari kecil yang diperparah cukup lama akibat buruknya
kondisi Tokyo selama perang besar itu berlangsung. Agaknya setelah perang selesai terjadi “kestagnanan” yang
berlangsung cukup
lama, yaitu sekitar tiga-empat tahunan.Diakhir tahun 1948
beberapa murid senior Gichin yang mengepalai Dōjo di universitas – universitas
besar terkenal mulai melakukan gebrakan baru untuk keluar dari situasi
ini. Mereka berkumpul dalam rangka usaha merintis pembentukan sebuah wadah yang lebih
condong pada sentuhan manajemen profesionalisme olahraga Federation). Belakangan SKIF mampu menjadi
barometer tandingan bagi JKA, meskipun akhirnya belakangan Katsuya juga
berpisah dan mendirikan WSKF (World Shotokan Karate-do Federation) pada tahun
1990. Sepeninggal Nakayama sempat juga terjadi dualisme
kepengurusan yang cukup panas modern yang
meniru patron dunia olahraga yang berkembang di Amerika Serikat. Gichin
bisa menerima konsep ini dengan didasari pemikiran agar Karate bisa
tersebar keseluruh penjuru dunia sesuai cita – cita awalnya.
Maka ditahun 1949 berdirilah JKA (Japan Karate
Association) dengan Gichin Funakoshi sebagai Guru Besar, Isao Obata sebagai Presiden
dan Masatoshi Nakayama sebagai Instruktur Kepala. Langkah konsolidasi
yang bersifat “go public” ini segera menarik perhatian dari kesatuan –
kesatuan pasukan Sekutu yang masih berada sampai jangka waktu yang lama di Jepang
setelah Perang Dunia II
berakhir.Untuk lebih
menarik minat dengan mengandalkan nama besarnya, Gichin yang pada waktu itu sudah berusia 80-an
masih sanggup memberikan pelatihan di Dojō JKA dan juga menerbitkan
buku terakhir yang berjudul “Karate-dō , my way of life” yang berisikan
biografi hidupnya. Para tentara Sekutu itu bukan hanya bergabung di JKA saja dan
setelah mempelajari secara serius seni beladiri Jepang lalu membawanya pulang
serta menyebarkan olahraga baru ini yang tergolong masih asing di telinga
dunia Barat pada saat itu.Perlu dicatat bahwa pada saat itu di Eropa &
Amerika orang hanya mengenal Judō & Ju- Jutsu yang tidak memiliki terlalu banyak
peminat. Di tahun 1952 untuk pertama kalinya secara resmi sebuah
grup yang terdiri atas para perwira muda dan instruktur jasmani militer dikirim
oleh Komando Strategis AU Amerika Serikat ke Jepang untuk mempelajari secara
serius teknik – teknik Judō, Aikidō & Karate-dō.Program latihan selama tiga
bulan ini dimanfaatkan program selesai dengan cepat para murid Gichin yang
menjadi instruktur dibawah nama JKA tak pernah sepi dalam menerima permintaaan
untukmemperkenalkan sekaligus menjadi instruktur Karate dari
seluruh penjuru dunia terutama di Amerika Serikat & Eropa.Persentuhan ini
menimbulkan sebuah terobosan yang sangat “revolusioner” bagi pemikiran
seorang Gichin Funakoshi yang sederhana, yang selalu mendasarkan ajarannya pada
konsep Dō secara total.Hal yang revolusioner itu ialah permintaan dan
kebutuhan untuk dapat diadakannya sebuah kompetisi resmi dalam bentuk sebuah
kejuaraan. Meskipun sangat jarang sekali dicantumkan dalam biografi
tentang dirinya, namun berdasarkan dari fakta serta dokumen yang otentik
disebutkan Gichin menolak dengan keras hal ini.Meskipun JKA tak pernah
mengakui secara resmi namun pada kenyataannya di tahun 1955 dengan diikuti oleh
Shigeru Egami dan Mitsusuke Harada ia memilih keluar dari JKA dan tak
pernah kembali lagi. Ia lantas “menyepi” dalam sebuah Dojō yang ia beri nama
Shotokai, dimana ia secara total bisa tetap mempertahankan “keaslian” ajaran
dan pandangannya tentang Karate-dō. Pada akhir tahun 1956, JKA sebagai sponsor utama sudah
mantap untuk menyelenggarakan Turnamen Kejuaraan Karate-dō se-Jepang
yang nantinya akan dianggap sebagai kejuaraan resmi pertama yang pernah
diadakan di dunia modern. Penyelenggaraannya sendiri baru bisa dilaksanakan
pada bulan Oktober 1957 dimana tercatat nama Hirokazu Kanazawa sebagai juara
I dalam nomor Kumite (dua tahun berturut – turut) & nomor Kata.
Agaknya JKA sendiri sangat mungkin baru “berani” melaksanakan kejuaraan ini setelah
Gichin tidak ada. Gichin Funakoshi , sang maestro besar peletak metode baru
dalam pemahaman akan sebuah seni beladiri yang dinamakannya Karate-dō
(yang mendasari orang untuk menganggapnya sebagai Bapak Karate Modern) , tutup usia
pada tanggal 26 April 1957 dalam usia ± 89 tahun. Sepeninggal Gichin Funakoshi JKA berkembang pesat dan
bisa dianggap sebagai perguruan Karate yang paling besar
pengaruhnya diseluruh dunia. Dalam hal ini ada dua orang yang bisa dianggap
paling berperan besar. Yang pertama adalah Masatoshi Nakayama, ia melakukan
banyak lawatan ke puluhan negara dalam rangka penyebaran Karate yang
dilakukannya secara sistematis setelah menelaahnya sesuai ilmu keolahragaan
modern yang memang sangat dikuasainya sebagai seorang profesor pada
jurusan Pendidikan Jasmani di Universitas Takushoku. Nakayama menulis banyak
buku tentang Karate-dō namun sayang ia meninggal mendadak pada tahun
1987. Yang kedua adalah Hidetaka Nishiyama, ia merupakan perintis
awal penyebaran Karate di Amerika Serikat tempat dimana ia menetap sampai
saat ini dan termasuk orang yang bisa dikategorikan sangat sukses
secara ekonomi untuk ukuran praktisi seorang olahragawan. Nishiyama dalam
latihannya lebih berpatokan pada segi teknik konservatif-tradisional dari
Karate yang sudah baku tapi mampu disampaikannya secara luwes dan efisien. Tahun
1975 ia mendirikan IAKF (International Amateur Karate Federation) yang mana
pada tahun 1985 berganti nama menjadi ITKF (International Traditional
Karate-dō Federation). Saat ini ITKF a dalah pesaing utama WKF dalam kancah
politik per Karate an dunia agar dapat diakui bersama secara resmi oleh IOC
(Komite Olimpiade Internasional). Nampaknya hal utama yang menjadi penyebab
persaingan yang cukup “panas” ini lebih dikarenakan oleh faktor
chauvinisme lagi seperti halnya di era Gichin Funakoshi dulu. Dominasi tokoh Karate yang
berasal dari dunia Barat dalam WKF tentu saja akan dianggap sebuah “penghinaan”
tersendiri bagi para tokoh Karate di Jepang yang menganggap dirinya sebagai
pewaris resmi dari produk budaya mereka namun disaingi oleh pihak asing yang
bukan berasal dari kultur yang sama. Di tahun1977, JKA sempat digemparkan dengan kasus
keluarnya Hirokazu Kanazawa dan Hitoshi Katsuya yang mendirikan SKIF
(Shotokan Karate-dō International antara Motokuni Sugiura dengan Tetsuhiko Asai
.Perseteruan dimulai tahun 1990 dan baru berakhir setelah melalui tingkat
vonis oleh Mahkamah Agung di Tokyo pada tahun 1999. Motokuni Sugiura lah yang
memperoleh
pengesahan secara hukum dan setelah kekalahannya itu,
Tetsuhiko Asai pada tahun yang sama mendirikan JKS (Japan Karate
Shotorenmei). Saat ini bisa dikatakan JKA lebih tepat disebut sebagai
sebuah konglomerasi olahraga daripada sekedar sebuah perguruan besar
dikarenakan memiliki aset, dukungan dana maupun usaha sampingan yang sangat besar
sekali bahkan koneksi bisnis & politiknya sangat menggurita kemana
– mana diseluruh dunia. Disamping lewat JKA pengembangan Shotokan juga dilakukan pada tahun 1965 oleh Shigeru Egami yang memproklamirkan
Shotokai sebagai sebuah organisasi Karate-do dalam bentuk resmi. Setelah ia
meninggal posisinya digantikan oleh Mitsusuke Harada. Shotokai pun memiliki
pengikut yang cukup besar diseluruh dunia dan tetap mempertahankan keaslian
ajaran Gichin yaitu tidak mengenal adanya pertandingan apapun untuk mengukur
keberhasilan seorang karateka yang menjadi praktisinya. Sebelumnya pada tahun 1948 Chojiro Tani mendirikan
Shukokai, sebuah perguruan yang mengkombinasikan teknik – teknik Goju-ryu
& Shito-ryu. Salah seorang muridnya yang bernama Nambu Yoshinao
memperkenalkan aliran baru ini ke Prancis yang kemudian mendapatkan
antusias yang sangat positif di Eropa dikarenakan metodenya yang dianggap
sangat cocok untuk diterapkan dalam rangka memenuhi keinginan masyarakat
Karate Eropa akan pengembangan Karate sebagai sebuah olahraga yang
bercitarasa modern. Ditahun 1965 Nambu Yoshinao mendirikan alirannya
sendiri yaitu Nambu-Dō. Tommy Morris, salah seorang pengikut Nambu Yoshinao yang
berasal dari Skotlandia belakangan mendirikan perguruannya sendiri
yang bernama Kobe Osaka Karate System. Hal ini perlu dimasukkan disini
dikarenakan besarnya pengaruh yang dimainkan oleh Tommy Morris dalam hal
penyusunan peraturan pertandingan yang diadopsi sebagai standar resmi oleh WKF
pada saat ini. Peraturan yang digubah olehnya sangat mengacu pada
sumber utama ajaran Shukokai yang lebih memfokuskan pada unsur observasi
ketimbang tradisi. Di Okinawa pada tahun 1956, Chosin Chibana yang merupakan
guru besar dari aliran Shuri-Te membentuk Okinawa Karate-dō Renmei
sebagai federasi resmi bagi seluruh aliran Karate yang ada di Okinawa. Pada tahun 1957 Masutatsu Oyama yang sebelumnya sempat
mempelajari Shotokan langsung dari Gichin Funakoshi dan juga sekaligus
pernah mendalami Goju-ryu mendirikan Kyokushinkai , aliran baru yang diciptakannya setelah mengkombinasikan teknik Shotokan, sistem perkelahian
jalanan dan teknik pernapasan serta Kata dari Goju-ryu yang dikembangkannya
melalui pengkajian secara serius dalam waktu yang cukup lama. Alirannya ini
dianggap cukup ekstrem oleh sebagian pakar Karate-dō dikarenakan model
pertarungannya yang menggunakan sistem Full Body Contact seperti halnya pada
pertarungan tinju. Pada tahun 1965 berdirilah FAJKO (Federation of
All-JapanKarate-dō Organizations) sebagai wadah bersama dari empat
aliran besar yang
ada di Jepang : Shotokan, Shito, Goju dan Wado.Hal ini
disusul oleh berdirinya EKF (European Karate-dō Federation) yang diprakarsai oleh
Henry D. Plee dari Prancis.Bersama FAJKO, EKF membidani lahirnya WUKO (World
Union Karate Organizations) serta penyelenggaraan kejuaraan dunia
Karate pertama pada tahun 1970.Saat ini WUKO telah berganti nama menjadi WKF
(World Karate Federation) dan hanya mengakui empat aliran saja yaitu : Shotokan,
Shito-ryu, Goju-ryu & Wado-ryu. Sebagai federasi dunia WKF membawahi lima konfederasi
yang mewakili lima regional utama internasional yaitu :
1. UAKF (Union of African Karate Federation)
2. AKF (Asian Karate Federation)
3. EKF (European Karate Federation)
4. OKF (Oceanian Karate Federation)
5. PKF (PanAmerican Karate Federation)
Berbeda dengan di Indonesia maka
hampir semua organisasi / perguruan Karate besar di dunia saat ini pada
umumnya secara tegas menyatakan dirinya sebagai lembaga yang murni bergerak
hanya pada bidang olahraga secara profesional dan bukan merupakan
organisasi yang bersifat / berkaitan dengan unsur sosial politik apapun juga.
TAMAT.
Sumber: Artikel diambil dari buku-buku PBFORKI
Thanks ya sob udah share , blog ini sangat bermanfaat sekali ..............
BalasHapusagen tiket murah